Minggu, 12 Mei 2013

Raden Abdul Bachri Danu Perdana, Panembahan Van Sintang (1943-1944)

Raden Abdul Bachrie Danu Perdana

Sri Paduka Tuanku  (Raden Danu), Panembahan Sintang lahir di Istana Panembahan, Sintang tahun 1904. Beliau merupakan putra kedua Sri Paduka Tuanku Haji Gusti Adi Abdul Majid Kusuma Negara III, Panembahan Sintang dengan istrinya, Mas Salmiah Ratu Permaisuri.

Raden Danu menyelesaikan pendidikannya di MOSVIA, Batavia kemudian bekerja sebagai pegawai di Kesultanan Sambas. Pada 25 Agustus 1934 beliau dipanggil Residen Wester Afdeling Van Borneo, J.O Berman untuk  menjabat sebagai pengganti ayahnya sebagai penguasa sementara, berdasarkan Besluit Wester Afdeling Van Borneo No. 209/D-12-3.

Dilantik sebagai penguasa penuh (Bestuurder Lanschap Sintang) dengan gelar Sri Paduka Tuanku Panembahan Raden Abdul Bachrie Danu Perdana Kusuma Negara IV, di Istana Al-Mukarramah, Sintang, 14 Oktober 1937.

Menikah di Sambas, 5 Mei 1931 dengan Raden Khadija Fatima Zuhra, Ratu Permaisuri Panembahan, putri Raden Ahmad bin Sultan Muhammad Syafiuddin II (Pangeran Adipati Putra Mahkota, Pewaris Kesultanan Sambas) dengan istri pertamanya, Utin Putri, putri Gusti Ibrahim dari Mempawah.

Masa pemerintahan Raden Danu lebih dititik beratkan dalam usaha di bidang sosial seperti membuat peraturan tentang pernikahan, usaha pengumpulan dana untuk membangun rumah ibadah dan lain-lain. Pada tahun 1936/1937 berhasil dibangun Masjid Jami Sultan Nata dan istana Al-Mukarramah.

Raden Danu digulingkan dan ditangkap oleh Fasis Militer Jepang pada 19 Februari 1944. Kemudian dibunuh secara kejam  (dipenggal) di Mandor pada 28 Juni 1944.

Raden Danu memiliki dua putra dan lima putri:
1) Ratu Saumi Zalia (Fatima Soraya) lahir di Sambas, 29 Maret 1932. Menikah dengan Raden Suprapto Adiani.

2) Ratu Fatima Anita Rugaya lahir di Istana al-Mukarramah, Sintang, 9 Oktober 1937. Menikah dengan Farkhan Yakub.

3) Radin Latifa Mariam lahir di Istana al-Mukarramah, Sintang, 15 Juni 1938. Menikah dengan Effendi Ridwan.

4) Ratu Sauma Amalia lahir di Istana al-Mukarramah, Sintang, 5 September 1939. Menikah dengan  Satukit.

5)Drs.  Raden Muhammad Khalidi, bergelar Sri Paduka Tuanku Ismail Shafiuddin sebagai Kepala Royal House of Sintang.

6) Dra. Ratu Fatima Fauzia lahir di Istana al-Mukarramah, Sintang, 16 September 1941. Menikah dengan Raden Imam Subakdi.

7) Raden Muhammad Ikhsani Perdana, Pangeran Ratu Sri Kusuma Negara Negara, yang kemudian diangkat sebagai Sultan Sintang bergelar Sri Paduka Tuanku Sultan Muhammad Ikhsani Shafiuddin Kusuma Negara V.

Rabu, 08 Mei 2013

Haji Gusti Adi Abdul Majid Kusuma Negara III, Panembahan Van Sintang (1905-1913)


Panembahan Haji Gusti Abdul Majid Kusuma Negara III

Ade Usman putra tertua Sri Paduka Tuanku Panembahan Gusti Ismail Kesuma Negara II, Sultan Sintang, dari istri pertamanya, Dayang Zainab (Ratu Permaisuri) diangkat sebagai pewaris dengan nama dan gelar Gusti Adi Abdul Majid, Pangeran Ratu Adipati Kesuma Negara. Dilantik sebagai Sultan Sintang pada  22 Desember 1906 dengan gelar Sri Paduka Tuanku Panembahan Haji Gusti Abdul Majid Kesuma Negara III (1905-1913). Mendampinginya memerintah, saudaranya yang bernama Ade Abdul Azis Pangeran Adipati Putra Kusuma diangkat sebagai Pangeran Bendahara Sri Negara.

Pada tanggal 26 Januari 1907 oleh Pemerintah Hindia Belanda dibuatlah kontrak yang disebut Akte Van Verbond En Beverstiging. Sebelum disahkan kontrak tersebut ternyata Gusti Adi Abdul Majid baik secara langsung maupun secara tidak langsung melakukan perlawanan terhadap Pemerintah Hindia Belanda.

Pada masa pemerintahan Gusti Adi Abdul Majid dengan keputusan Resident Borneo Barat No. 6873 tanggal 12 Maret 1907 didirikan Sekolah Guvernerment di Sintang. Diangkat sebagai Kepala Sekolah Raden Soehardjo dan ditunjuk pula komisi sekolah terdiri dari:

1.    Van Soen (Komisi pada kantor Asistent Resident Sintang)
2.    Encik Usman (Jaksa)
3.    Abang Ayat Kesuma Idris
4.    Gampang (Kepala desa Kampung Ladang)

Sekolah tersebut berjalan lancar dan baik dan murid yang diterima terdiri dari anak-anak para pegawai Guvernerment, anak para kerabat Kesultanan, anak para saudagar serta anak pemuka masyarakat yang kaya serta berpengaruh.

Pada tahun 1908 pecah pemberontakan di daerah Ketungau dipimpin oleh Panggi, Puguk dan Rangas yang mendapat bantuan dua orang cina Ugok dan Anot. Dalam pertempuran di Air Tabun Kapten G.J Deiner tewas. Tak lama kemudian Panggi bersama teman-temannya tertangkap.

Pemerintah Hindia Belanda meminta bantuan kepada Gusti Adi Abdul Majid tapi tidak dipedulikannya. Melihat gerak gerik Gusti Adi Abdul Majid yang selalu berpihak kepada rakyat/pemberontak maka diadakan kontrak baru Korte Verklaring tanggal 19 Oktober 1911. Gusti Adi Abdul Majid menolak tegas untuk menandatangani Korte Verklaring disertai penolakan pelaksanaan kerja rodi (heerendients) kepada rakyat Sintang, menyebabkan beliau meninggalkan Kesultanan menuju ke hulu sungai Tempunak. Disana Gusti Adi Abdul Majid mengumpulkan rakyat untuk menentang Pemerintah Hindia Belanda. Belum sempat melakukan perlawanan Gusti Adi Abdul Majid sudah dapat ditangkap. Panembahan Haji Gusti Abdul majid Kesuma Negara III ditangguhkan sebagai penguasa oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1912. Secara formal digulingkan karena 'perilaku buruk' pada 16 Januari 1913 dan bersama keluarganya diasingkan ke Bogor, Jawa barat.

Untuk menggantikannya sebagai Sultan, diangkatlah putra tertuanya yaitu Raden Abdurrahman Panji Negara. Namun pada ketika itu usianya masih belum mencukupi, maka kurun sementara waktu kekosongan tahta dijabat oleh Ade Muhammad Djoen salah seorang putra dari Haji Gusti Muhammad Isa Pangeran Temenggung Setia Agama, sebagai Wakil Sultan dan bergelar Wakil Panembahan Ade Muhammad Djoen yang memerintah tahun 1914-1934. Setelah wafat, maka diangkatlah putra kedua dari Panembahan Gusti Adi Abdul Majid, yaitu Raden Abdul Bachri Danu Perdana sebagai Sultan Sintang bergelar Panembahan Raden Abdul Bachri Danu Perdana Kesuma Negara IV.

Gusti Adi Abdul Majid menikah dengan Mas Salmiah (Ratu Permaisuri) putri Abang Mahbar, Pangeran Putra Setia Muda, dengan istrinya, Mas Hamidah (Ratu Putra Setia Muda) putri Ade Muhammad Arif, Pangeran Bendahara Setia Negara.

Gusti Abdul Majid telah memiliki tiga putra :

1) Gusti Abdurrahman bergelar Raden Abdurrahman Panji Negara. Diangkat sebagai pewaris oleh ayahnya. Menteri Negara tahun 1934-1944. Ditempatkan dalam tahanan oleh Jepang 19 Februari 1944. Menikah dengan (Pertama) Siti Kulsum, seorang wanita Sunda dari Bogor, di Bogor Jawa Barat. Menikah (Kedua) Gusti Antung Bintang Jauhari, Banjarmasin.

2) Gusti Abdul Bachri Danu Perdana, bergelar Panembahan Raden Abdul Bachri Danu Perdana Al-Mukarram, yang menggantikan sebagai Sultan Sintang. Ditempatkan dalam tahanan oleh Jepang 19 Februari 1944. Menikah dengan Raden Fatimah Zuhra, puteri Raden Ahmad Agus (Pangeran Adipati Putra Mahkota) putra Sultan Muhammad Syafiuddin II, Sultan Sambas.

3) Gusti Syahdan, Raden Shahdan Shahkobat (Kubassat) Menteri Negara 1934-1944. Ditempatkan dalam tahanan oleh Jepang 19 Februari 1944. Menikah dengan Raden Ayu Unah Zulaikha, putri Raden Abu Bakar, Bupati Bogor.

Ketiga putera Gusti Abdul Majid ini kemudian Syahid dipenggal kepalanya oleh Bala tentara Jepang di Mandor pada 28 Juni 1944.


FA
Senin, 22 April 2013

Senin, 22 April 2013

Gusti Ismail Kesuma Negara II, Panembahan Van Sintang (1889-1905)


Sri Paduka Tuanku Panembahan Gusti Ismail Kesuma Negara II

     Sri Paduka Tuanku Abang Ismail adalah putra ketiga dari Sri Paduka Tuanku Panembahan Abdurrasyid Kesuma Negara I dari istri pertamanya, Utin Sarnam. Memerintah Kesultanan Sintang dari tahun 1889-1905 M (1037-1323 H). Diangkat sebagai pewaris oleh ayahnya dengan gelar Pangeran Ratu Sri Negara, 19 Oktober 1887. Dilantik sebagai Sultan Sintang dengan gelar Sri Paduka Tuanku Panembahan Gusti Ismail Panembahan Kesuma Negara II, 30 September 1889.



Diawal masa pemerintahannya Abang Ismail dipusingkan adanya berbagai kekacauan terutama Perang Tebidah yang berlangsung lama yaitu dari tahun 1891-1900 M, belum selesai Perang Tebidah timbul pula perlawanan Raden Paku Wijaya di daerah Melawi yang terjadi dari tahun 1895-1896 M. Adanya pemberontakan yang mendapat dukungan dari sebagian besar rakyat sangat mengguncang pendirian Sri Paduka Tuanku Abang Ismail sehingga apa yang tercantum dalam kontrak dengan pihak Pemerintah Hindia Belanda dengan sengaja dilanggarnya.

Pelanggaran yang sengaja dilakukan oleh Abang Ismail menimbulkan kemarahan dari pihak Pemerintah Hindia Belanda. Pemerintah Hindia Belanda berusaha menangkapnya dengan pura-pura membawanya pergi menghadiri rapat. Karena tipu daya Pemerintah Hindia Belanda sudah diketahui maka sewaktu kapal yang akan membawanya datang terjadi kejadian yang luar biasa. Baru saja kapal tersebut dinaiki Abang Ismail dengan sebelah kakinya sudah mulai tenggelam, akibatnya penangkapan yang direncanakan gagal.

Perubahan sikap Abang Ismail dan usaha penangkapan yang gagal dilaporkan Asistent Resident Sintang kepada Residen di Pontianak untuk diteruskan kepada Gubernur Jenderal di Batavia. Gubernur Jenderal yang tertarik dengan peristiwa yang terjadi menempuh cara yang lain untuk melunakkan hati Abang Ismail.

Pada tahun 1905 Abang Ismail diundang ke Batavia untuk menghadiri suatu acara yang penting. Abang Ismail membawa serta sebagian besar para Menteri dan beberapa bangsawan terhormat lainnya. Setibanya di Batavia mereka langsung dibawa ke Bogor karena acaranya berlangsung di Bogor. Kedatangan Abang Ismail dan rombongan disambut dengan suatu acara yang meriah, Gubernur Jenderal mengukuhkan kembali Abang Ismail sebagai Sultan Sintang dengan gelar Sri Paduka Tuanku Panembahan Gusti Ismail Panembahan Kesuma Negara II dan kepadanya disematkan medali emas sebagai hadiah dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang bertindak selaku wakil Kerajaan Belanda.

Rupanya semua itu hanyalah sebagai tipu daya belaka, sesudah acara dibuatkanlah kontrak baru dengan dalih untuk memperkuat kerjasama antara Kesultanan Sintang dengan Pemerintah Hindia Belanda. Isi kontrak tersebut ternyata memperkecil dan membatasi kekuasaan Sultan Sintang, Abang Ismail yang baru saja tersanjung menerima medali emas terpaksa menandatangani kontrak tersebut. Isi kontrak yang ditandatangani sangat membuat Abang Ismail kecewa sehingga setibanya di Sintang Sri Paduka Tuanku jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Kemudian diangkatlah putera tertuanya Ade Usman bergelar Pangeran Ratu Adipati Kesuma Negara sebagai Sultan Sintang bergelar Sri Paduka Tuanku Panembahan Haji Gusti Abdul Majid Kesuma Negara III.

Putra :

1) Ade Usman,Pangeran Ratu Adipati Kesuma Negara (Ibu Dayang Zainab)
atau Sri Paduka Tuanku Haji Gusti Abdul Majid bergelar Panembahan Haji Gusti Abdul Majid Kusuma Negara III.

2) Ade Muhammad Qamaruddin, Pangeran Adipati Kusuma Putra.

3) Gusti Abdul Aziz, Pangeran Bendahara Sri Negara. (Ibu Dayang Zainab).      
4) Gusti Antarjid (Istri muda) menikah dengan Dayang Mas Minah, putri Abang Tahar Utinbin Ayub.

Putri :

1) Mas Ratna Willis, Ratu Adipati Indra Negara (Ibu Dayang Zainab). Menikah dengan Gusti Senul, Pangeran Adipati Indra Negara dari Nangah Kayan, putra tertua Gusti Abdullah Satar, Pangeran Nata Indra Negara dari Belitang, dengan istrinya, Ratu Nata, putri Abang Ayub, Raden Paduka, dari Selimbau.

2) Mas Khadijah (Ibu Dayang Zainab) menikah dengan Gusti Mak.

3) Mas Nur Gandi (Ibu Dayang Zainab).

4) Mas Nur Yinah Setelah tahun 1934 menikah dengan Ade Abdullah, putra Abang Jamaluddin.

5) Mas Nur Leila menikah dengan Sri Paduka Tuanku Gusti Muhammad Kelip putra dari Panembahan Gusti Muhammad Mekah, Panembahan dari Sekadau.


FA
Ahad, 21 April 2013