Tuan Besar Raja Kubu Syarif Saleh Al Aydrus |
Semasa hidupnya Tuan Kubu Syarif Saleh Al Aydrus didampingi 4 orang istri. Masing-masing 1). Syarifah Telaha binti Tuan Kubu Syarif Hasan Al Aydrus (Raja Kubu Kelima) dikaruniai 3 anak, yaitu Syarif Husin, Syarif Abdurrahman dan Syarif Abubakar. 2). Enci’ Rahmah binti Bujang, mendapatkan 3 anak, yaitu Syarif Ahmad (1914—1944, korban keganasan Jepang), Syarifah Aisyah (bersuami Syarif Yusuf bin Said Al Qadri Patih Suri Negara Kubu), dan Syarif Usman. 3). Raden Ning binti Muhammad Syarif dikaruniai seorang anak Syarifah Chadidjah, dan 4). Daeng Leha binti Dalek, tidak beranak.
Masa pemerintahan Tuan Kubu Syarif Saleh Al Aydrus bin Idrus bin Abdurrahman bin Alwi bin Idrus Al Aydrus (turunan penguasa Ambawang) Kerajaan Kubu dibagi dalam 3 Onder Distrik. Masing-masing Telok Pakedai (dikepalai Saidi bin Said), Batu Ampar (Burhanuddin) dan Kubu (Syarif Ahmad bin Syarif Saleh Al Aydrus). Belakangan Onder Distrik Kubu dipimpin Syarif Yusuf bin Husin bin Saleh Al Aydrus sejak 1 Agustus 1942, sejak Ahmad ditetapkan sebagai Raja Muda Kubu. Namun 1 Maret 1943, Yusuf meletakkan jabatannya. Pada 20 Februari 1944, Tuan Kubu (Dokoh) Syarif Saleh diciduk balatentara pendudukan Jepang. Keesokan harinya, 21 Februari, Raja Muda Kubu Ahmad, juga diciduk menyusul ayahnya. Maka kemudian barulah diketahui, pada 28 Juni 1944, bersama pemuka Kalimantan Barat lainnya, Tuan Kubu Saleh dan Raja Muda Ahmad, termasuk korban pembantaian Jepang.
Wafatnya Tuan Kubu Syarif Saleh (1944) beserta putranya Syarif Ahmad, maka kemudian Bunken Kanrikan menunjuk Syarif Yusuf bin Said Al Qadri, menantu Syarif Saleh, sebagai Gi Tyo pada Kubu Zitiryo Hyogikai (semacam Bestuurscommissie masa sebelum pendudukan Jepang). Mulanya Yusuf tidak didampingi anggota lainnya menyandang kedudukan tersebut. Namun kemudian Bunken Kanrikan menetapkan 2 orang anggota mendampingi Yusuf Al Qadri, masing-masing Syarif Jaafar Al Aydrus (Bujang) mantan Controleur Padang Tikar, dan Syarif Hasan bin Zain Al Aydrus (saat itu pagawai kantor Sutiji Tyo di Pontianak).