-->
Kesultanan
Pontianak atau Kesultanan Qadriah didirikan oleh Syarif Abdurrahman Al Qadrie putra Sayyid Habib Hussein Al Qadrie pada 23 Oktober 1771 bertepatan 12 Rajab
1185 Hijriyah, yakni pada masa kekuasaan Van Der Varra (1761-1775), Gubernur
Jenderal VOC ke-29. Kesultanan Pontianak merupakan kesultanan termuda di Kalimantan Barat maupun
kawasan Nusantara, bahkan di dunia internasional. Sejak usia muda, Syarif
Abdurrahman telah menunjukkan bakat dan ambisinya yang sangat besar. Ia pernah
melakukan petualangan hingga ke Siak dan Palembang, mengadakan kegiatan
perdagangan di Banjarmasin, dan berperang hingga berhasil menghancurkan jung-jung
Cina dan kapal Perancis di Pasir (Banjarmasin). Di wilayah
Banjarmasin ini pula kelaknya ia dijadikan menantu oleh Sultan Saad di mana
oleh Sultan Saad, Abdurrahman dinikahkan dengan Putri Syarifah Anom atau Ratu
Sirih Anom dalam 1768. Selanjutnya Abdurrahman diberi gelar Pangeran Syarif
Abdurrahman Nur Alam. Sebelumnya, di Sebukit Rama ia telah menikahi Utin
Tjandramidi putri Opu Daeng Menambun. Karena ambisinya yang sangat kuat maka
akhirnya di daerah Banjar dia sangat dibenci oleh kerabat kerajaan ini, sehingga
terpaksa bertolak kembali ke Mempawah
Sejarah awal mula
berdirinya kesultanan ini ditandai dengan keinginan Syarif Abdurrahman dan
saudara-saudaranya beserta para pengikutnya untuk mencari tempat tinggal
setelah ayahnya meninggal pada tahun 1184 H di Kerajaan Mempawah. Pada
pukul 14.00 Jumat 9 Rajab 1185, setelah shalat Jumat, Syarif Abdurrahman Al
Qadrie berangkat bersama seluruh keluarganya mencari suatu kawasan untuk
dijadikan pemukiman baru bagi mereka. Saat itu kawasan yang dicari belum
diketahui dengan jelas. Rombongan ini terdiri dari dua kapal besar dan 14 kapal
kecil beserta dengan awak kapalnya lengkap dengan berbagai perlengkapannya.
Armada besar ini dinakhodai oleh Juragan Daud.
Empat hari
mengarungi sungai sampailah rombongan Abdurrahman ke sebuah pulau kecil yang
belakangan dinamakan Batu Layang yang berada tak seberapa jauh dari muara
Sungai Kapuas. Tempat ini kemudian menjadi tempat pemakaman resmi keluarga
Kesultanan Pontianak sekarang. Dari tempat ini rombongan melanjutkan
perjalanannya sampai mendekati persimpangan tiga pertemuan Sungai Kapuas dan
Sungai Landak.
Selanjutnya, pada
subuh Rabu 14 Rajab 1185 H atau 23 Oktober 1771 rombongan Abdurrahman memasuki
kawasan perairan pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak dan menembaki dengan
meriam para bajak laut atau perompak yang bersarang di kawasan tersebut.
Dikirakan sekitar pukul 08.00 pagi tanggal tersebut, rombongan mendarat pada
salah satu kawasan tepi Sungai Kapuas yang tidak seberapa jauh dari muara
Sungai Landak. Mereka mulai menebang dan membersihkan pohon-pohon serta
mendirikan surau yang sekarang menjadi Masjid Jami Syarif Abdurrahman Al Qadri.
Dan pada saat itu pula dipersiapkan kawasan pemukiman. Pemukiman inilah yang
kemudian menjadi Istana Kesultanan Qadriah Pontianak.
Masjid Jami' Pontianak |
Pada tanggal 8
bulan Sya‘ban tahun 1192 H, Syarif Abdurrahman Alqadrie akhirnya dinobatkan
sebagai Sultan Pontianak (Kesultanan Qadriah). Penobatannya sebagai
Sultan Pontianak dilakukan oleh Raja Haji dari Kerajaan Riau, dihadiri para
raja di Kalimantan Barat. Kemudian Yang Dipertuan Haji Raja Muda dari Riau atas
nama seluruh rakyat mengangkat Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam dengan
gelar Maulana Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie sebagai sultan di Kesultanan
Pontianak.
Kesultanan Qadriah
dipimpin oleh tujuh Sultan :
- Sultan
Syarif Abdurrahman Alqadrie (1771-1808)
- Sultan
Syarif Kasim Alqadrie (1808-1819)
- Sultan
Syarif Usman Alqadrie (1819-1855)
- Sultan
Syarif Hamid Alqadrie (1855-1872)
- Sultan
Syarif Yusuf Alqadrie (1872-1895)
- Sultan
Syarif Muhammad Alqadrie (1895-1944)
- Sultan
Syarif Hamid II Alqadrie (1945-1950)
Periode Pemerintahan
Keberhasilan Abdurrahman menemukan kawasan pemukiman yang sangat strategi
dalam geografis yang aman dari bencana alam, tidak terlepas dari latar belakang
budaya dan pendidikan non-formal ditambah dengan wawasan luas, pandangan
strategis dan jiwa pionir yang dimilikinya. Tidaklah berlebihan kalau
Abdurrahman disebut sebagai seorang yang ahli maritim dan ahli strategi.
Pontianak merupakan daerah yang strategis, membawa kemajuan dalam pelayaran dan
perdagangan. Dengan kondisi yang demikian, kemudian banyak pedagang datang ke
wilayah tersebut mengadakan hubungan dagang, seperti Bugis, Melayu, Cina, juga
dari Sanggau, Sukadana, Landak, Sambas, Sebukit Rama dan hulu Kapuas. Dengan
adanya jaminan Sultan Pontianak atas pelayaran dan perdagangan di kawasan
Sungai Landak dan Sungai Kapuas Kecil, membuat lalu lintas perdagangan di
Pontianak semakin ramai. Adanya jalur perdagangan yang dikuasai dan diatur oleh
sultan sangat menguntungkan bagi kesultanan Pontianak.
Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak. Ketika Sultan Syarif Hamid II Alqadrie memerintah antara tahun 1945 hingga tahun 1950, banyak kontribusi yang diberikannya kepada Indonesia. Ketika sebagai Ketua Bijeenkomst voor Federale Orvleg (BFO) atau Majelis Musyawarah Negara Federal pada tahun 1948, ia ikut menyerahkan kedaulatan dan pengakuan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari pemerintah kolonial Belanda. Dalam pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat, Hamid II ditunjuk sebagai anggota penyusun kabinet. Dalam Kabinet RIS pimpinan Muhammad Hatta, Hamid II diangkat sebagai Menteri Negara Zonder Fortofolio. Sultan Hamid II adalah perancang dan pembuat lambang negara Republik Indonesia, yaitu Burung Garuda Pancasila.
Post title : KESULTANAN PONTIANAK
URL post : http://restorasiborneo.blogspot.com/2011/07/kesultanan-pontianak.html
URL post : http://restorasiborneo.blogspot.com/2011/07/kesultanan-pontianak.html