Jumat, 29 Juli 2011

KESULTANAN PONTIANAK


-->


Kesultanan Pontianak atau Kesultanan Qadriah didirikan oleh Syarif Abdurrahman Al Qadrie putra Sayyid Habib Hussein Al Qadrie pada 23 Oktober 1771 bertepatan 12 Rajab 1185 Hijriyah, yakni pada masa kekuasaan Van Der Varra (1761-1775), Gubernur Jenderal VOC ke-29. Kesultanan Pontianak merupakan kesultanan termuda di Kalimantan Barat maupun kawasan Nusantara, bahkan di dunia internasional.  Sejak usia muda, Syarif Abdurrahman telah menunjukkan bakat dan ambisinya yang sangat besar. Ia pernah melakukan petualangan hingga ke Siak dan Palembang, mengadakan kegiatan perdagangan di Banjarmasin, dan berperang hingga berhasil menghancurkan jung-jung Cina dan kapal Perancis di Pasir (Banjarmasin). Di wilayah Banjarmasin ini pula kelaknya ia dijadikan menantu oleh Sultan Saad di mana oleh Sultan Saad, Abdurrahman dinikahkan dengan Putri Syarifah Anom atau Ratu Sirih Anom dalam 1768. Selanjutnya Abdurrahman diberi gelar Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam. Sebelumnya, di Sebukit Rama ia telah menikahi Utin Tjandramidi putri Opu Daeng Menambun. Karena ambisinya yang sangat kuat maka akhirnya di daerah Banjar dia sangat dibenci oleh kerabat kerajaan ini, sehingga terpaksa bertolak kembali ke Mempawah


Sejarah awal mula berdirinya kesultanan ini ditandai dengan keinginan Syarif Abdurrahman dan saudara-saudaranya beserta para pengikutnya untuk mencari tempat tinggal setelah ayahnya meninggal pada tahun 1184 H di Kerajaan Mempawah. Pada pukul 14.00 Jumat 9 Rajab 1185, setelah shalat Jumat, Syarif Abdurrahman Al Qadrie berangkat bersama seluruh keluarganya mencari suatu kawasan untuk dijadikan pemukiman baru bagi mereka. Saat itu kawasan yang dicari belum diketahui dengan jelas. Rombongan ini terdiri dari dua kapal besar dan 14 kapal kecil beserta dengan awak kapalnya lengkap dengan berbagai perlengkapannya. Armada besar ini dinakhodai oleh Juragan Daud.


Empat hari mengarungi sungai sampailah rombongan Abdurrahman ke sebuah pulau kecil yang belakangan dinamakan Batu Layang yang berada tak seberapa jauh dari muara Sungai Kapuas. Tempat ini kemudian menjadi tempat pemakaman resmi keluarga Kesultanan Pontianak sekarang. Dari tempat ini rombongan melanjutkan perjalanannya sampai mendekati persimpangan tiga pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak.


Selanjutnya, pada subuh Rabu 14 Rajab 1185 H atau 23 Oktober 1771 rombongan Abdurrahman memasuki kawasan perairan pertemuan Sungai Kapuas dan Sungai Landak dan menembaki dengan meriam para bajak laut atau perompak yang bersarang di kawasan tersebut. Dikirakan sekitar pukul 08.00 pagi tanggal tersebut, rombongan mendarat pada salah satu kawasan tepi Sungai Kapuas yang tidak seberapa jauh dari muara Sungai Landak. Mereka mulai menebang dan membersihkan pohon-pohon serta mendirikan surau yang sekarang menjadi Masjid Jami Syarif Abdurrahman Al Qadri. Dan pada saat itu pula dipersiapkan kawasan pemukiman. Pemukiman inilah yang kemudian menjadi Istana Kesultanan Qadriah Pontianak.


Masjid Jami' Pontianak


Pada tanggal 8 bulan Sya‘ban tahun 1192 H, Syarif Abdurrahman Alqadrie akhirnya dinobatkan sebagai Sultan Pontianak (Kesultanan Qadriah).  Penobatannya sebagai Sultan Pontianak dilakukan oleh Raja Haji dari Kerajaan Riau, dihadiri para raja di Kalimantan Barat. Kemudian Yang Dipertuan Haji Raja Muda dari Riau atas nama seluruh rakyat mengangkat Pangeran Syarif Abdurrahman Nur Alam dengan gelar Maulana Sultan Syarif Abdurrahman Al Qadrie sebagai sultan di Kesultanan Pontianak.


Kesultanan Qadriah dipimpin oleh tujuh Sultan :

 - Sultan Syarif Abdurrahman Alqadrie (1771-1808)

 - Sultan Syarif Kasim Alqadrie (1808-1819)

 - Sultan Syarif Usman Alqadrie (1819-1855)

 - Sultan Syarif Hamid Alqadrie (1855-1872)

 - Sultan Syarif Yusuf Alqadrie (1872-1895)

 - Sultan Syarif Muhammad Alqadrie (1895-1944)

 - Sultan Syarif Hamid II Alqadrie (1945-1950)


Periode Pemerintahan


Keberhasilan Abdurrahman menemukan kawasan pemukiman yang sangat strategi dalam geografis yang aman dari bencana alam, tidak terlepas dari latar belakang budaya dan pendidikan non-formal ditambah dengan wawasan luas, pandangan strategis dan jiwa pionir yang dimilikinya. Tidaklah berlebihan kalau Abdurrahman disebut sebagai seorang yang ahli maritim dan ahli strategi. Pontianak merupakan daerah yang strategis, membawa kemajuan dalam pelayaran dan perdagangan. Dengan kondisi yang demikian, kemudian banyak pedagang datang ke wilayah tersebut mengadakan hubungan dagang, seperti Bugis, Melayu, Cina, juga dari Sanggau, Sukadana, Landak, Sambas, Sebukit Rama dan hulu Kapuas. Dengan adanya jaminan Sultan Pontianak atas pelayaran dan perdagangan di kawasan Sungai Landak dan Sungai Kapuas Kecil, membuat lalu lintas perdagangan di Pontianak semakin ramai. Adanya jalur perdagangan yang dikuasai dan diatur oleh sultan sangat menguntungkan bagi kesultanan Pontianak.

Kesultanan ini berlangsung selama hampir dua abad, yaitu sejak tahun 1771 hingga tahun 1950. Selama kesultanan ini masih eksis terdapat delapan sultan yang pernah berkuasa. Ketika kesultanan ini berakhir pada tahun 1950, yaitu seiring dengan bergabungnya banyak daerah dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), maka sistem pemerintahan juga berubah menjadi pemerintahan Kota Pontianak. Ketika Sultan Syarif Hamid II Alqadrie memerintah antara tahun 1945 hingga tahun 1950, banyak kontribusi yang diberikannya kepada Indonesia. Ketika sebagai Ketua Bijeenkomst voor Federale Orvleg (BFO) atau Majelis Musyawarah Negara Federal pada tahun 1948, ia ikut menyerahkan kedaulatan dan pengakuan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari pemerintah kolonial Belanda.  Dalam pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat, Hamid II ditunjuk sebagai anggota penyusun kabinet. Dalam Kabinet RIS pimpinan Muhammad Hatta, Hamid II diangkat sebagai Menteri Negara Zonder Fortofolio. Sultan Hamid II adalah 
perancang dan pembuat lambang negara Republik Indonesia, yaitu Burung Garuda Pancasila.



*Diedit dari berbagai sumber
Post title : KESULTANAN PONTIANAK
URL post : http://restorasiborneo.blogspot.com/2011/07/kesultanan-pontianak.html