Raden Afifuddin bergelar Sultan Muhammad Tsafiuddin II dilahirkan subuh Kamis 3 Syawal 1257 H bersamaan 18 November 1841 M, putra Sultan Abubakar Tadjuddin II dengan permaisurinya Ratu Sabar. Pada 1855, Sultan Abubakar Tadjuddin II oleh Belanda diasingkan ke Jawa. Waktu itu putra mahkota Pangeran Adipati Afifuddin masih kecil, menggantikannya diangkatlah Pangeran Mangkunegara sebagai wakil sultan dengan gelar Sultan Omar Kamaluddin III pada 10 Mei 1855. Sementara Sultan Abubakar Tadjuddin II diangkat sebagai Yang Dipertuan. Di Batavia Raden Afifuddin tinggal di rumah Syarif Abdul Kadir untuk diberi pendidikan Belanda. Sedangkan ayahnya dipindahkan ke Cianjur. Setelah beberapa tahun berada di Batavia, dipindahkan ke Galuh di Ciamis. Oleh Bupati Galuh Raden Adipati Kusumadiningrat, Pangeran Adipati dididik sebagaimana layaknya seorang putra mahkota dibekali ilmu pemerintahan, ilmu agama, ilmu sastra dan ilmu pasti. Sebagai gurunya ditunjuk juru tulis Bupati Mas Suma Sudibya. Pada 1861 Pangeran Adipati Afifuddin dipindahkan ke Batavia untuk melanjutkan pendidikannya.
Besluit Gouvernemen Belanda 5 April 1861 Pangeran Adipati Raden Afifuddin diangkat menjadi Sultan Muda. Kemudian 23 Juli 1861 oleh Belanda disediakan kapal perang milik Belanda bernama Arjuna untuk mengantarkan Sultan Muda bersama pamannya Temenggung Jaya Kusuma yang dikenal dengan Temenggung Ruai pulang ke Sambas. Menghindari perselesihan seperti di masa yang lalu, maka Sultan Muda dinikahkan dengan Raden Khalijah putri Sultan Omar Kamaluddin. Ketika Sultan Muda dan rombongannya tiba Di Sambas, kesultanan Sambas tengah berkabung karena wafatnya Raden Muhammad Semon gelar Pangeran Bandahara Sri Maharaja.
Atas permufakatan asisten Residen dengan Sultan Umar Kamaludin, Sultan Muda diangkat untuk menjadi wakil Pangeran Bandahara Sri Maharaja Raden Menteri gelar Raden Mangku Ningrat diberi pekerjaan magang dikantor wakil Bandahara. Dalam perjalanan tugasnya Sultan Muda selalu berlaku arif, bijaksana dan sederhana tidak memegahkan diri. Iapun menambah pengetahuannya tantang ilmu ukur pada G.L Van Doorsum,Luitnant I Commandant militer di Sambas.
Setelah 5 tahun Sultan Muda menjabat sebagai wakil Pangeran Bandahara, dengan besluit kolonial Belanda dinobatkanlah Sultan Muda menjadi Sultan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Tsafiuddin II, sedangkan Sultan Omar Kamaluddin diangkat menjadi Yang Dipertuan. Penobatan Sultan Muhammad Tsyafiuddin II dilaksanakan dengan meriah. Kesultanan Sambas secara turun temurun telah memiliki tata cara penobatan seorang Sultan. Pada tanggal 06 Agustus 1866 pukul 7.30 pagi diletuskan sebelas kali bunyi meriam dihadapan istana Pedalaman Lama sebagai penghormatan kepada Controuleur dan tamu Belanda serta tamu dari negeri tetangga serta tamu tamu lainnya.
Pada awal masa pemerintahan Sultan Muhammad Tsafiuddin II, beliau yang sudah banyak belajar di Batavia dan Ciamis menjadi gusar melihat keadaan negeri Sambas. Orang-orang yang diperintahnya pada umumnya masih banyak yang buta huruf, keras kepala suka saling membunuh. Menteri-menterinya sebagian besar masih buta huruf, pendapat mereka selalu berlawanan dengan pendapat Sultan yang telah banyak mengecap pendidikan itu. Beliau berupaya dan berikhtiar memajukan negeri dan rakyat Sambas baik perkara dunia maupun akhirat. Sejak kecil Sultan sudah di didik oleh ibunya dengan semangat Islam dan hidup dalam suasana Islam sampai pada hari wafatnya.
Sultan lebih menitikberatkan perhatian pada pembangunan dan kesejahteraan rakyat terutama di bidang pendidikan. Banyak mendirikan masjid dan surau, di antaranya adalah Masjid Jami Sultan Muhammad Tsafiuddin II. Masjid ini dibangun bersama Ibunya Ratu Sabar 1 Oktober 1885 M. Pemuda yang berbakat di bidang agama oleh Sultan Muhammad Tsafiuddin II diberi beasiswa untuk melanjutkan pendidikannya di Al Azhar Kairo Mesir, di antaranya terkenal adalah Haji Muhammad Basiuni Imran kemudian sebagai Maharaja Imam Kesultanan Sambas. Pada 1871 didirikan sekolah partikuler, mulanya yang belajar di sekolah ini adalah kerabat keluarga Kesultanan Sambas. Pada 9 September 1903 M dengan besluit kolonial didirikan Sekolah Bumiputera Kelas II. Semakin banyak rakyat Sambas yang ingin memperoleh pendidikan di sekolah, sehingga sekolah ini tidak dapat lagi menampung siswa. Untuk mengatasi hal itu dengan besluit Gouvernemen Belanda 1 Desember 1910 M didirikan sekolah Special School yang kemudian 1915 sekolah ini menjadi HIS. Setahun kemudian, 1916, Sultan Muhammad Tsafiuddin II mendirikan sekolah bernafaskan Islam dengan nama Madrasah Sulthaniah. Selain mengadakan pembangunan di bidang pendidikan, juga mengadakan pembangunan di bidang pertanian, perkebunan dan perhubungan.
Banyak digali terusan guna pencegahan banjir, di samping terusan tersebut memudahkan rakyat membawa hasil pertanian dan perkebunan, seperti Terusan Parit Sebuk, Terusan Kartiasa, Terusan Semagau, Terusan Sebangkau, Terusan Semparuk, Terusan Segerunding, Terusan Parit Baru dan sebagainya. Di bidang perhubungan Sultan Tsafiuddin II membangun jalan-jalan dan jembatan, baik di dalam kota maupun di luar kota. Seperti dibangunnya jembatan yang menghubungkan Sungai Sambas Kecil, jembatan yang menghubungkan Sungai Teberau dan jembatan yang menghubungkan Sungai Subah. Di bidang perhubungan darat juga membangun jalan yang menghubungkan satu kota dengan kota lainnya, sehingga perhubungan menjadi lebih lancar, seperti jalan yang menghubungkan Kota Sambas dengan Kota Pemangkat, Singkawang dan bengkayang. Selama sekitar 56 tahun memerintah Kesultanan Sambas, Sultan Muhammad Tsafiuddin II dapat merubah Kota Sambas menjadi Ibukota Kesultanan yang terpenting di Borneo Barat.
Sultan Muhammad Tsafiuddin II dan permaisurinya Ratu Anom Kusumaningrat dikaruniai tujuh orang anak, masing-masing Raden Ahmad Agus Pangeran Adipati Putra Mahkota Datuk Iyan, Raden Sandi Brajaningrat, Raden Abubakar, Raden Mahmud, Raden Muhammad Ramang, Raden Sandut, Raden Muhammad Tayeb Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Dengan selirnya Encik Nauyah Mas Nyemas dikaruniai tujuh anak masing-masing Raden Muhammad Ariadinigrat Pangeran Paku Negara sebagai wakil sultan dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II, Uray Muhammad Noh, Uray Muhammad Masjid, Uray Muhammad Sani, Raden Jumantan, Raden Mutiara dan Raden Wildan.
Setelah putra tertua Raden Ahmad Agus dewasa maka diangkat menjadi putra mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Pangeran Adipati sangat terkenal dengan sifatnya yang keras dan sangat membenci kolonial Belanda. Tetapi ia tidak berusia panjang, mangkat pada 1916. Setelah putra mahkota Pangeran Adipati Ahmad mangkat maka Sultan Muhammad Tsafiuddin II mengangkat putra Pangeran Adipati yaitu Raden Muhammad Mulia Ibrahim sebagai putra mahkota dengan gelar Pangeran Ratu Nata Wijaya. Karena Pangeran Ratu Nata Wijaya saat ayahnya mangkat masih kecil, maka untuk menggantikannya diangkatlah putranya dari selir yang bernama Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai wakil sultan yang memerintah Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Ali Tsafiuddin II pada 4 Desember 1922 dan Raden Muhammad Tayeb diangkat sebagai Pangeran Bendahara Seri Maharaja. Sultan Muhammad Tsafiuddin diangkat sebagai Yang Dipertuan. Dua tahun berselang setelah pengangkatan Raden Muhammad Ariadiningrat sebagai Wakil Sultan, pada 12 September 1924 Yang Dipertuan Sultan Muhammad Tsafiuddin II mangkat dalam usia 83 tahun.
* Di edit dari berbagai sumber.
Post title : Sultan Muhammad Tsafiuddin II
URL post : http://restorasiborneo.blogspot.com/2011/07/sultan-muhammad-tsafiuddin-ii.html
URL post : http://restorasiborneo.blogspot.com/2011/07/sultan-muhammad-tsafiuddin-ii.html